Kutipan tentang akhir hidup

Setiap mendengar ada berita tentang orang meninggal, kita dalam hati selalu berkata, “Kasihan ya.” Lalu masalahnya adalah, siapa yang perlu dikasihani? Orang yang meninggal kah? Atau keluarga dari yang meninggal? Jelas yang terlihat adalah keluarga yang ditinggal, apalagi jika yang meninggal adalah satu-satunya pencari nafkah keluarga. Bagaimana dengan yang meninggal? Kita tidak pernah tahu apa yang “mereka” rasakan hingga kita sendiri mengalaminya nanti.

Sesungguhnya yang paling beruntung dari manusia yang hidupnya telah berakhir ialah manusia yang ketika dia meninggal dalam keadaan sakit yang sudah diketahui, dan ditunggui oleh keluarganya.

Bagaimana bisa begitu? Ya, karena mungkin ada 1001 cara meninggal yang tidak lebih baik dari itu. Makanya jika melihat ada orang yang mengasihani orang yang meninggal karena sakit, justru sebaliknya seharusnya merasa bersyukur karena bukan meninggal karena, maaf… amit-amit, misalnya karena dibunuh, atau mungkin kecelakaan parah, atau hilang ditengah laut? Bagi yang ditinggal tentunya juga akan lebih beruntung daripada jika keluarganya meninggalkan mereka secara tragis, tentunya akan lebih menyiksa batin.

Karena kita semua ini camat, alias calon mati, sudah sewajarnya jika terlintas di pikiran kita hal-hal “horor” seperti ini. Paling tidak kondisi tersebut dapat memacu kita untuk selalu berbuat baik, melakukan amal ibadah dengan lebih banyak dan sering, agar nanti ketika waktunya tiba, kita menjadi bagian dari manusia beruntung seperti kalimat kutipan di atas. Aamiin.